
“HPL AKAN KAWAL RAPERDA PMI UNTUK LINDUNGI PEKERJA MIGRAN, TERUTAMA PEREMPUAN”
Komisi E DPRD Jatim mengusulkan pembentukan Raperda tentang
Perlindungan Pekerja Migran dan Keluarganya. Raperda ini dirasa dapat memberikan
peran yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah dan mengurangi peran swasta
dalam penempatan pekerja migran.
Raperda
PMI ini menindaklanjuti amanat UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam
UU Cipta Kerja, ada perintah atributif kepada pemerintah daerah untuk membuat
Perda karena kewenangan pelatihan calon PMI harus ditangani pemerintah. Sebab selama
ini yang lebih dominan berperan adalah Perusahaan Penempatan Pekerja Migran
Indonesia (P3MI) dalam perekrutan, penampungan, pelatihan sampai dengan pemberangkatan
dengan biaya tinggi yang dapat memberatkan calon PMI.
Pemerintah
Provinsi Jawa Timur sudah menganggarkan untuk pelatihan. Namun meskipun sudah
diumumkan tapi pendaftarnya minim. Sosialisasi yang kurang dan P3MI yang
terlampau berkuasa atau dominan.
Menurut data UPT P3TKI Disnakertrans Jatim, Pekerja Migran
Indonesia (PMI) yang berasal dari Jatim berjumlah 68.740 orang. Dari jumlah
itu, 74.83 persen perempuan bekerja di sektor informal. Banyak masalah dialami
seperti gaji tidak dibayar, kekerasan fisik, seksual dan perdagangan orang.
Raperda ini digagas dan dikerjakan secara serius oleh DPRD
Jatim, terbukti pada tanggal 16 Maret lalu DPRD menggelar rapat untuk membahas
Raperda PMI dan mengundang Dinas Tenaga Kerja Jatim, Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Kependudukan, Perwakilan P3MI
(Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia), dan aktifis yang diwakili
oleh M. Cholily.
Fraksi
PDIP Jatim juga mendukung adanya pembahasan Raperda PMI. Tapi yang paling
penting yaitu implementasi Perda tersebut setelah disahkan. Jika penganggaran
dan pelaksanaan implementasinya tidak dikawal maka tidak akan optimal. HPL
berkomitmen akan mengawal Raperda PMI tersebut karena PMI merupakan penyumbang
devisa negara yang harus dilindungi haknya.
Menurut
HPL, Raperda ini sangat perlu karena mengorganisir problem dari hulu ke hilir
mulai dari peningkatan SDM, ketrapilan, proses dokumen, kesiapan mental,
pengetahuan kontrak kerja, termasuk budaya, etika, hukum di negata tujuan,
sertifikat kompetensi, BPJS Ketenagakerjaan,
Bagi
Calon PMI yang kurang mampu pengurusan dokumen juga akan dibiayai oleh APBD
Jawa Timur. Sehingga perlu adanya koordinasi & sinergi Provinsi dengan
daerah/kota/kabupaten khususnya kantong-kantong PMI.