DETAIL PERATURAN
POIN-POIN PERATURAN
BPJS KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENILAIAN KEGAWATDARURATAN DAN
PROSEDUR PENGGANTIAN BIAYA PELAYANAN GAWAT DARURAT
BPJS
Kesehatan menjamin pelayanan gawat darurat medis yang dilakukan:
a. sesuai
dengan kegawatdaruratan medis
b. di
ruang pemeriksaan atau Instalasi Gawat Darurat; dan
c. sesuai
dengan tata laksana penanganan gawat darurat,
Manfaat
pelayanan gawat darurat medis yang diberikan meliputi:
a. administrasi
pelayanan
b. pemeriksaan,
pengobatan dan konsultasi medis;
c. pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai;
d. pelayanan
alat kesehatan;
e. pelayanan
penunjang diagnostik sesuai dengan indikasi medis
f. pelayanan
darah
g. akomodasi
sesuai dengan indikasi medis; dan
h. pelayanan
ambulan antar Fasilitas Kesehatanuntuk rujukan Peserta dengan kondisi gawat daruratnya
telah teratasi dan dapat dipindahkan ke Fasilitas Kesehatan yang lebih tepat,
atau dari Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan ke Fasilitas
Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
Prosedur
pelayanan gawat darurat yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dilaksanakan
melalui tahapan:
a. Peserta
atau keluarga Peserta datang ke FKTP;
b. FKTP
menilai keadaan kegawatdaruratan medis di FKTP Peserta;
c. FKTP
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan indikasi medis;
d. Peserta
atau keluarga Peserta menunjukkan kartu identitas Peserta dan kartu identitas
lain yang berlaku;
e. FKTP
memastikan eligibilitas kepesertaan melalui aplikasi BPJS Kesehatan;
f. FKTP
menyampaikan lingkup manfaat jaminan kesehatan nasional;
g. Peserta
atau keluarga Peserta menandatangani bukti pelayanan yang telah diberikan
setelah dinyatakan sesuai dengan lingkup manfaat jaminan kesehatan nasional
pada lembar yang disediakan setelah mendapatkan pelayanan; dan
h. lembar
bukti pelayanan disediakan oleh masing- masing FKTP.
Setelah
mendapatkan pelayanan kesehatan, Peserta dapat:
a. pulang
setelah pelayanan selesai
b. dirawat
inap; atau
c. dirujuk
ke FKRTL.
Prosedur
pelayanan gawat darurat yang bekerjasama dengan BPJS dilaksanakan melalui
tahapan:
a. Peserta
atau keluarga Peserta datang ke Instalasi Gawat Darurat FKRTL;
b. FKRTL
menilai keadaan kegawatdaruratan Peserta;
c. FKRTL
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan indikasi medis;
d. Peserta
atau keluarga Peserta menunjukkan kartu identitas Peserta BPJS Kesehatan dan kartu
identitas lain yang berlaku;
e. FKRTL
memastikan eligibilitas kepesertaan melalui aplikasi BPJS Kesehatan;
f. FKRTL
menyampaikan lingkup manfaat jaminan kesehatan nasional; dan
g. Peserta
atau keluarga Peserta menandatangani bukti pelayanan yang telah diberikan
setelah dinyatakan sesuai dengan lingkup manfaat jaminan kesehatan nasional
pada lembar yang disediakan setelah mendapatkan pelayanan.
h. lembar
bukti pelayanan disediakan oleh masing- masing FKRTL.
Pembayaran
pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh:
a. FKTP
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sudah termasuk dalam komponen kapitasi;
atau
b. FKTP
yang tidak bekerjasama Kesehatan berdasarkan perundang-undangan. dengan BPJS ketentuan
peraturan
Mekanisme
penagihan klaim pelayanan gawat darurat oleh FKTP yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan dilaksanakan melalui tahapan:
a. FKTP
melapor ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan;
b. Kantor
Cabang BPJS Kesehatan meminta ke Kantor Pusat BPJS Kesehatan yang menangani
fungsi Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer untuk dibuatkan kode Fasilitas
Kesehatan baru “Fasilitas Kesehatan tidak kerja sama”;
c. FKTP
melakukan entry tagihan; dan
d. Kantor
Cabang BPJS Kesehatan verifikasi dan pembayaran tagihan. Melakukan verifikasi
pembayaran tagihan
Penggantian
Biaya Pelayanan Gawat Darurat di FKRTL
a. Fasilitas
Kesehatan mengajukan klaim secara kolektif dan lengkap kepada BPJS Kesehatan
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
b. Bagi
Fasilitas Kesehatan yang belum dapat mengajukan dalam bentuk soft file luaran
INA-CBG maka klaim di entry oleh Fasilitas Kesehatan tersebut di Kantor Cabang
BPJS Kesehatan terdekat.
c. Persyaratan
pengajuan klaim manfaat pelayanan kesehatan di FKRTL terdiri atas:
a. kelengkapan
administrasi umum yang terdiri atas:
b. formulir
pengajuan klaim rangkap 3 (tiga) yang ditandatangani oleh pimpinan FKRTL atau
pejabat lain yang berwenang, paling rendah yang menjabat sebagai Kepala Instansi;
2. soft
file luaran aplikasi BPJS Kesehatan;
3. kuitansi asli bermaterai; dan
4. surat tanggung jawab mutlak bermaterai cukup
yang ditandatangani oleh pimpinan atau direktur FKRTL; dan
c. kelengkapan
administrasi khusus yang terdiri atas:
1. bukti
pendukung yang meliputi informasi tentang keabsahan Peserta, resume medis dan
pelayanan spesial case based groups apabila diberikan;
2. perincian
tagihan rumah sakit (manual atau automatic billing)-, dan
3. berkas
pendukung lain yang diperlukan.
d. Klaim
diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan dengan kelengkapan
administrasi umum dan kelengkapan administrasi khusus dan kelengkapan lain sebagai berikut:
a.
a. rekapitulasi pelayanan, yang terdiri
atas:
1. nama
penderita;
2. nomor
identitas;
3. alamat
dan nomor telepon Peserta;
4. diagnosa
penyakit;
5. tindakan
yang diberikan; dan
6. tanggal
masuk perawatan dan tanggal keluar perawatan; dan
b. b. salinan identitas Peserta BPJS Kesehatan
d. Pengajuan
dokumen klaim diberikan jangka waktu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DOWNLOAD PERATURAN:
https://drive.google.com/open?id=1fPCvhDZExtGyNdMoV-syfQdc7XnNf5VD
DETAIL PERATURAN
DOWNLOAD PERATURAN:
https://drive.google.com/open?id=1-hnzfbg-AFyqcB7h-Hi3KpHAP4qxSAdp
DETAIL PERATURAN
POIN-POIN PERATURAN
BPJS KESEHATAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN KENDALI MUTU DAN KENDALI
BIAYA PADA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Tim
Kendali Mutu dan Kendali Biaya terbagi atas tim koordinasi dan tim teknis :
a. Tim
Koordinasi terdiri dari organisasi profesi;
b. akademisi;
dan
c. pakar
klinis.
d. Tim
teknis terdiri dari unsur klinisi yang
merupakan komite medis rumah sakit yang bekeijasama dengan BPJS Kesehatan.
Untuk
dapat ditetapkan sebagai anggota tim kendali mutu dan kendali biaya, seseorang harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga
negara Indonesia;
b. bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat
jasmani dan rohani;
d. memiliki
integritas dan kepribadian tidak tercela;
e. memiliki
kualifikasi dan kompetensi yang sesuai;
f. berusia
paling rendah 40 (empat puluh) tahun; dan
g. tidak
sedang menjadi tersangka/terdakwa dalam proses peradilan.
Tim
koordinasi memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. melakukan
evaluasi kebijakan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik
profesi sesuai kompetensi;
b. memberikan
rekomendasi apabila terjadi perbedaan pemahaman antara BPJS Kesehatan dengan
FKRTL dalam hal penerapan mutu pelayanan medis;
c. melakukan
pembahasan terhadap usulan perbaikan kebijakan;
d. membahas
hasil audit medis yang memerlukan kebijakan baru; dan
e. melakukan
evaluasi pelayanan kesehatan bagi peserta untuk menyusun profil pelayanan kesehatan
dengan menggunakan:
1. data
milik anggota tim kendali mutu dan kendali biaya;
2. data
milik BPJS Kesehatan yang berasal dari luaran data aplikasi BPJS Kesehatan; dan
3. data
lainnya
Tim
teknis memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. melakukan
pertemuan pembahasan implementasi JKN yang mencakup aspek pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan;
b. memberikan
rekomendasi apabila terjadi perbedaan pemahaman antara BPJS Kesehatan dengan
FKRTL dalam hal penerapan mutu pelayanan medis; dan
c. melakukan
audit medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dewan
Pertimbangan Medik :
a. Dewan
pertimbangan medik merupakan tim yang terdiri dari dokter ahli untuk menjadi
mitra dalam mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan Peserta di FKRTL.
b. Dewan
pertimbangan medik terdiri atas:
1. dewan
pertimbangan medik pusat; dan
2. dewan
pertimbangan medik provinsi.
c. Keanggotaan
dewan pertimbangan medik beijumlah:
1. 5-15
(lima sampai dengan lima belas) orang untuk dewan pertimbangan medik pusat; dan
2. 5-10
(lima sampai dengan sepuluh) orang untuk dewan pertimbangan medik provinsi.
Dewan
pertimbangan medik memiliki tugas sebagai berikut:
a. merekomendasikan
keputusan dalam hal terjadi perbedaan pemahaman antara BPJS Kesehatan dengan
FKRTL di bidang teknis pelayanan medis;
b. bersama
dengan tim kendali mutu dan kendali biaya menyelesaikan sengketa dalam
penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional; dan
c. menyampaikan
sengketa yang tidak dapat diselesaikan kepada dewan pertimbangan klinis.
DOWNLOAD PERATURAN:
https://drive.google.com/open?id=1fL558j8mSQZY3svAJ4l_qicMXk9_55IQ
DETAIL PERATURAN
POIN-POIN PERATURAN
BPJS KESEHATAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD)
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
Tindakan
kecurangan dalam Jaminan Kesehatan Nasional yang dilakukan oleh Peserta
meliputi:
a. membuat
pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibilitas (memalsukan status
kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan kesehatan;
b. memanfaatkan
haknya untuk pelayanan yang tidak perlu (unneccesary Services) dengan cara memalsukan kondisi kesehatan;
c. memberikan
gratifikasi kepada pemberi pelayanan agar bersedia memberi pelayanan yang tidak
sesuai/tidak ditanggung;
d. memanipulasi
penghasilan agar tidak perlu membayar iuran yang terlalu besar;
e. melakukan
keijasama dengan pemberi pelayanan untuk mengajukan klaim palsu;
f. memperoleh
obat dan/atau alat kesehatan yang diresepkan untuk dijual kembali; dan/atau
g. melakukan
tindakan kecurangan dalam Jaminan Kesehatan Nasional lainnya selain huruf a
sampai dengan huruf f.
Tindakan
kecurangan dalam Jaminan Kesehatan Nasional yang dilakukan oleh Petugas BPJS Kesehatan
meliputi:
a. melakukan
keijasama dengan Peserta dan/atau Fasilitas Kesehatan untuk mengajukan klaim
yang palsu;
b. memanipulasi
manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar dapat dijamin
c. menahan
pembayaran ke Fasilitas Kesehatan/rekanan dengan tujuan memperole keuntungan
pribadi;
d. membayarkan
dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan; dan/atau
e. melakukan
tindakan kecurangan dalam Jaminan Kesehatan Nasional lainnya selain huruf a
sampai dengan huruf d.
Tindakan
kecurangan dalam Jaminan Kesehatan Nasional yang dapat dilakukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan di FKTP meliputi:
a. memanfaatkan
dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memanipulasi
klaim pada pelayanan yang dibayar secara non kapitasi;
c. menerima
komisi atas rujukan ke FKRTL;
d. menarik
biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan/atau
non kapitasi sesuai standar tarif yang ditetapkan;
e. melakukan
rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu;
dan/atau
f. tindakan
kecurangan lainnya selain huruf a sampai dengan huruf e.
Tindakan
kecurangan dalam Jaminan KesehatanNasional yang dapat dilakukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan di FKRTL meliputi:
a. penulisan
kode diagnosis yang berlebihan/upcoding;
b. penjiplakan
klaim dari pasien lain/cloning;
c. klaim
palsu/phantom billing;
d. penggelembungan
tagihan obat dan alkes/ inflated bills;
e. pemecahan episode pelayanan/services
unbundling or fragmentation;
f. rujukan
semu/ selfs-referals;
g. tagihan
berulang/ repeat billing;
h. memperpanjang
lama perawatan/prolonged length of stay;
i.
memanipulasi kelas perawatan/ type of
room charge;
j.
membatalkan tindakan yang wajib dilakukan
/cancelled services;
k. melakukan
tindakan yang tidak perlu/ no medical value;
l.
penyimpangan terhadap standart pelayanan/standard
of care;
m. melakukan
tindakan pengobatan yang tidak perlu /unnecessary treatment;
n. menambah
panjang waktu penggunaan ventilator;
o. tidak
melakukan visitasi yang seharusnya/phantom visit;
p. tidak
melakukan prosedur yang seharusnya/phantom procedures;
q. admisi
yang berulang/ readmisi;
r. melakukan rujukan pasien yang tidak
sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu;
s. meminta
cost sharing tidak sesuai dengan ketentuanmperaturan perundang-undangan; dan
t.
tindakan kecurangan Jaminan Kesehatan
Nasional lainnya selain huruf a sampai dengan huruf s.
Tindakan
kecurangan dalam Jaminan Kesehatan Nasional yang dapat dilakukan oleh penyedia
obat dan alat kesehatan meliputi:
a. tidak
memenuhi kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan;
b. melakukan
kerjasama dengan pihak lain mengubah obat dan/atau alat kesehatan yang
tercantum dalam e-catalog dengan harga tidak sesuai dengan e-catalog; dan/atau
c. melakukan
tindakan kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional lainnya selain huruf a dan huruf
b.
BPJS
Kesehatan melakukan tindakan preventif atas kecurangan Jaminan Kesehatan
Nasional yang dilakukan oleh Peserta dengan cara:
a. membuat
komitmen dengan Fasilitas Kesehatan untuk tidak menerima gratifikasi dari
Peserta yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama;
b. melakukan
edukasi secara langsung maupun tidak langsung, kepada Peserta, Fasilitas
Kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya; dan/atau
c. mewajibkan
Fasilitas Kesehatan melakukan pengecekan kartu identitas Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional dengan bukti identitas lain sebelum Peserta memperoleh pelayanan
kesehatan.
BPJS
Kesehatan melakukan pendeteksian atas kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional
yang dilakukan oleh Peserta dengan cara:
a. melakukan
pengecekan keaslian kartu identitas Peserta dan keaktifan status kepesertaan;
b. melakukan
pemeriksaan terhadap keaslian dan masa berlaku surat rujukan;
c. memastikan
Rumah Sakit memiliki dan menaati Standard Operational Procedure (SOP), Standar Pelayanan
Medis (SPM) dan Standar Profesi yang dapat mencegah terjadinya kecurangan;
d. menyediakan
aplikasi yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi Peserta yang memperoleh
manfaat yang berlebih;
e. melakukan
pemeriksaan kepatuhan terhadap Peserta dan Pemberi Keija sesuai peraturan
perundang-undangan;
f. meminta
Fasilitas Kesehatan memberikan catatan terhadap rujukan yang diberikan atas
permintaan sendiri oleh Peserta; dan/atau
g. meminta
Fasilitas Kesehatan untuk memberikan informasi kepada BPJS Kesehatan dalam hal
terdapat Peserta yang terindikasi memalsukan status kepesertaan.
BPJS
Kesehatan melakukan penanganan atas kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional yang
dilakukan oleh Peserta dengan cara:
a. menghentikan
penjaminan pelayanan kesehatan bagi Peserta dalam hal Peserta memalsukan status
kepesertaan;
b. melaporkan
kepada Dinas Kesehatan, Asosiasi Fasilitas Kesehatan, dan/atau Komite Rumah
Sakit terhadap pemberi pelayanan kesehatan yang menerima gratifikasi;
c. memberikan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal Pemberi
Kerja dan/atau Peserta memanipulasi penghasilan; dan/atau
d. melaporkan Peserta kepada aparat penegak hukum
dalam hal diperoleh bukti yang cukup bahwa Peserta melakukan pemalsuan klaim.
Sanksi
:
a. Dalam
hal peserta membuat pernyataan yang tidak benar terkait eligibilitas
(memalsukan status kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan
memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu (unneccesary Services)
dengan cara memalsukan kondisi kesehatan maka BPJS Kesehatan tidak memberikan
jaminan dan biaya pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab peserta.
b. Dalam
hal peserta terbukti melakukan tindakan kecurangan yang menimbulkan kerugian
keuangan bagi dana Jaminan Kesehatan Nasional maka peserta wajib melakukan
penggantian atas biaya pelayanan yang telah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
c. Dalam
hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas tindakan kecurangan yang dilakukan
oleh Peserta BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan dapat melaporkan kepada aparat
penegak hukum.
https://drive.google.com/open?id=1kLCx6pASHH7E_2WlPkhdk7DsDaicr-EB
DETAIL PERATURAN
POIN-POIN PERATURAN
BPJS KESEHATAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN STATUS KEPESERTAAN PESERTA
PEKERJA BUKAN PENERIMA UPAH DAN PESERTA BUKAN PEKERJA DALAM PENYELENGGARAAN
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Peserta
Pekeija Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja dapat berubah status
kepesertaan menjadi Peserta:
a. PBI;
b. Pekeija
Penerima Upah; atau
c. Penduduk
yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.
Perubahan
Status Kepesertaan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekeija Menjadi Peserta PBI :
a. Perubahan
status kepesertaan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerja menjadi Peserta PBI dilakukan terhadap Peserta Pekeija Bukan Penerima
Upah dan Peserta Bukan Pekerja yang memenuhi kriteria sebagai fakir miskin dan
orang tidak mampu.
b. Perubahan
status kepesertaan menjadi Peserta PBI dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perunaang-undangan.
Perubahan
Status Kepesertaan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerja Menjadi Peserta Pekeija Penerima Upah :
a. Perubahan
status kepesertaan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerja menjadi Peserta Pekerja Penerima dilakukan dengan memperhatikan jumlah
anggota keluarga tertanggung.
b. Dalam
hal jumlah anggota keluarga tertanggun melebihi hak Peserta, anggota keluarga
yang dialihkan hanya sejumlah haknya.
c. Dalam
hal jumlah anggota keluarga melebihi hak Peserta, maka anggota keluarga yang
belum ditanggung sesuai hak Peserta:
1. dialihkan
menjadi anggota keluarga tambahan; atau
2. tetap
terdaftar sebagai Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah atau Peserta Bukan
Pekerja.
d. Perubahan
status kepesertaan Peserta Pekeija Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekeija menjadi Peserta Pekerja Penerima Upah dilakukan dengan melengkapi persyaratan
pendaftaran Peserta Pekerja Penerima Upah.
Perubahan
Status Kepesertaan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
Menjadi Peserta Penduduk yang Didaftarkan oleh Pemerintah Daerah :
a. Perubahan
status kepesertaan Peserta Pekeija Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerja menjadi Peserta Penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dilakukan
melalui pendaftaran sebagai Peserta Penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah
Daerah.
b. Pendaftaran
Peserta Penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah diatur dalam
Perjanjian Kerja Sama BPJS Kesehatan dengan Pemerintah Daerah.
Perlakuan
terhadap Tunggakan Iuran Jaminan Kesehatan :
a. Terhadap
Peserta dengan tunggakan iuran tetap dapat dilakukan perubahan status
kepesertaan.
b. Perubahan
status kepesertaan tidak menghapuskan kewajiban Peserta untuk melunasi
tunggakan iuran Jaminan Kesehatan.
c. BPJS
Kesehatan tetap melakukan pencatatan dan penagihan atas tunggakan iuran kepada Peserta.
d. BPJS
Kesehatan dalam melakukan penagihan dapat bekerja sama dengan instansi/lembaga
yang berwenang.
Pada
saat Peserta berubah status kepesertaan, BPJS Kesehatan:
a. menghentikan
penghitungan iuran Peserta pada status kepesertaan lama; dan
b. mulai
melakukan penghitungan iuran Peserta pada status kepesertaan baru.
DOWNLOAD PERATURAN:
https://drive.google.com/open?id=1gxfK3Eytf2DI1pV34vjGODKX7Rjva3dA
DETAIL PERATURAN
POIN-POIN PERATURAN
BPJS KESEHATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BPJS
KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBAYARAN IURAN
BAGI PESERTA PEKERJA BUKAN PENERIMA UPAH DAN PESERTA BUKAN PEKERJA
Ketentuan
dalam peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 tahun 2015 telah diubah sebagai berikut:
Diantara
Pasal 9 dan 10 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 9A, yakni:
1. Pemerintah
Daerah dapat mendaftarkan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerja yang merupakan Penduduk di wilayahnya menjadi Peserta Penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
2. Proses
pendaftaran peserta dan kepesertaannya berlaku pada saat pendaftaran
3. Pengecualian
berlaku bagi Pemerintah Daerah yang mendaftarkan seluruh Penduduk di
wilayahnya, kecuali perjanjian lain
4. Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta Bukan Pekerja diatur dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.
DOWNLOAD PERATURAN:
https://drive.google.com/open?id=1BfeWg-mbPqjYS64dnyKW-l8bTPDwknc6